Covid-19 seolah tidak mengenal lelah menginfeksi tubuh manusia hingga menimbulkan beragam gejala. Setelah sebelumnya heboh adanya hypoxia sebagai gejala baru Covid-19, kini muncul gejala baru lainnya yakni delirium. Pernahkah Mams mendengar istilah delirium? Untuk lebih jelasnya, yuk simak mengenai delirium yang belakangan disebut-sebut sebagai gejala baru dari Covid-19 ini.
Apa itu Delirium?
Seorang dokter diisi Psikiatri Komunitas, Rehabilitasi, dan Trauma Psikososial, Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM, dr Gina Anindyajati SpKJ angat bicara terkait hal ini. Menurutnya, delirium adalah sebuah keadaan perubahan kesadaran secara menurun yang terjadi secara tiba-tiba. Adanya gangguan pada bagian saraf membuat seseorang mengalami rasa bingung hingga kehilangan kesadaran. Di tengah masarakat, gejala ini sering dianggap sebagai gangguan kejiwaan, pahal hal tersebut sama sekali keliru. Hal tersebut terkadang membuat sebagian masyarakat menganggap delirium sebagai penyakit yang remeh. Padahal, delirium merupakan kondisi serius di dalam dunia kedokteran sehingga perlu langsung ditangani.
dr. Gina pun menjelaskan bahwa ada kemungkinan terjadinya gejala ini pada Covid-19 akibat beberapa hal, antara lain:
- Menginfeksi langsung ke bagian otak
- Adanya infeksi pada jaringan parenim otak
- Terjadinya ensefalopati yang disebabkan oleh racun dari proses infeksi Covid-19
- Mengalami infeksi berat sehingga dapat bepengaruh terhadap organ vital
- Gagal nafas sehingga otak mengalami kekurangan oksigen
- Terjadinya pengentalan darah sehingga darah terhambat untuk mengalir ke otak
Baca Juga: Awas Happy Hypoxia, Gejala Baru Covid-19 yang Mematikan!
Sebuah penelitian menunjukkan adanya keterkaitan Covid-19 dengan otak yang merupakan sistem saraf pusat. Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa Covid-19 dapat mengakibatkan perbahan neurokognitif seperti gejala ini. Beberapa penyebab kondisi ini dipaparkan oleh Javier Correa seklau peneliti bahwa delirium memungkinan dapat terjadi akibat tiga hal:
- Otak kekurangan oksigen
- adanya badai sitokinin yang menyebabkan peradangan jaringan otak
- adanya kemampuan virus dalam mencemari darah yang sedang mengalir menuju otak
Gejala Delirium?
Gejala delirium yang bervariasi membuatnya susah dikenali dengan benar-benar tepat. Meskipun demikian, ada beberapa gejala umum yang biasanya terjadi pada seseorang yang mengalami gejala ini seperti:
- Gangguan tidur seperti gelisah di tengah malam sehingga memiliki pola tidur terbalik
- Memiliki gangguan kesadaran ringan hingga koma
- Mengalami kekacauan dalam berpikir sehingga sulit membedakan realita dan halusinasi.
- Menjadi mudah marah serta mengalami kecemasan yang hebat sehingga kondisi emosional terganggu.
- Mengalami kesulitan dalam berbicara
- Daya ingat menurun
- Sering melamun
- Sulit untuk fokus hingga mudah teralihkan
Baca Juga: Ketahui Efusi Pleura yang Dialami Istri Indra Bekti, Gejalanya Mirip Covid!
Beberapa Faktor yang Meningkatkan Risiko Delirium
Usia lanjut atau rentang 60 tahun ke atas merupakan kelompok yang rentan terkena delirium. Adapun beberapa faktor yang meningkatkan seseorang terkena gejala ini adalah sebagai berikut.
- Mengkonsumsi alkohol serta obat-obatan
- Memiliki gangguan tidur
- Adanya nutrisi yang buruk sehingga memperburuk kondisi kesehatan
- Memiliki riwayat stroke
- Stres atau sedang di bawah tekanan emosional sehingga mempengaruhi kesehatan mental
Perbedaan Hypoxia dan Delirium
Sebelumnya Mampaps pasti telah mendengar bahwa hypoksia menjadi gejala Covid-19 yang menakutkan. Sebenarnya, apa perbedaan hipoksia dan delirium? Hypoksia merupakan kondisi rendahnya kadar oksigen pada sel dan jaringan sehingga dapat menurunkan fungsi otak, hati serta organ vital lainnya. Sedangkan gejala baru covid ini adalah kondisi yang diakibatkan rendahnya kadar oksigen pada otak sehingga kesadaran menurun hingga tidak bisa membedakan antara mimpi dan kenyataan.
Intinya, hypoxia merupakan keadaan kekurangan oksigen yang bisa menyebabkan seseorang mengalami delirium.
Jika Mengalami Gejala Delirium
Delirium merupakan penyakit serius yang harus ditangani oleh dokter. Jika kerabat mengalami beberapa gejala delirium, sebaiknya segera periksa ke dokter tedekat. Ada beberapa metode pemeriksaan yang digunakan dokter untuk mendiagnosis delirium, antara lain:
- Pemeriksaan fisik dan neurologis. Pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk menentukan tingkat kesadaran pasien. Sedangkan pemeriksaan neurologis adalah pemeriksan terkait kondisi koordinasi, refleks, keseimbangan serta penglihatan.
- Pemeriksaan kondisi kejiwaan. Pada pemeriksaan ini, dokter akan melakukan wawancara, pengujian serta penyaringan untuk meninjau terkait kondisi mental, kemampuan berpikir, perhatian dari pasien.
- Pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang satu ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gangguan dalam tubuh. Beberapa pemeriksaan kondisi kejiwaan dilakuan dengan pemeriksaan darah dan urin. Pemeriksaan tersebut dapat digunakan untuk uji fungsi hati, paparan zat NAPZA atau alhokol, serta mengukur kadar tiroid.
- Pemeriksaan Pencitraan dilakukan dengan melakukan CT scan atau MRI pada kepala, eletroensefalogram sera rontgen dada.
- Analisis cairan serebrospinal (jika perlu dilakukan) untuk memastikan diagnosis delirium.
Gejala baru covid satu ini bukanlah hal yang remeh sehingga harus ditangani dengan serius, termasuk memeriksakan pasien secepat mungkin. Kondisi ini merupakan bukti bahwa Covid-19 bisa menyerang otak dan memberikan dampak jangka panjang. Bahkan ketika sudah sembuh pun pasien tetap mengalami efek sampingnya. Semoga Covid-19 segera berakhir ya Mams!