Setiap orang tua menginginkan anak penurut yang sesuai dengan keinginan Mampaps. Idealnya, anak dibilang baik saat ia mengikuti perkataan Mama Papa, sopan, santun, memiliki empati, cerdas, dan sebagainya. Namun bagaimana cara mendidik anak susah diatur? Kuncinya adalah kenali tahapan tumbuh kembangnya Mampaps!
Sebagian besar permasalahan Mampaps adalah anak susah diatur dan bandel. Tapi bukan berarti si kecil nakal loh Mampaps. Bisa jadi cara mendidik Mampaps yang perlu ditelaah lebih lanjut.
Sebagai orang tua, Mampaps haruslah belajar mengerti tentang apa yang sedang diekspresikan Si Kecil. Hal ini sangat penting agar Si Kecil merasa dimengerti dan semakin antusias dalam menunjukkan ekspresi sesuai dengan keadaan hati. Proses yang tidak mudah namun akan memberi efek yang luar biasa ketika Mampaps berhasil melakukannya.
Baca Juga: Mendidik Anak Disiplin Sejak Kecil? Ini 7 Cara yang Harus Dilakukan!
Tahap Perkembangan Emosi Anak
Sangat penting bagi Mama Papa untuk mengetahui tahap perkembangan emosi anak. Sehingga Mampaps bisa tahu cara mendidik anak sesuai perkembangan emosinya. Misalnya saja bagi anak remaja, Mama tidak bisa lagi mendidiknya seperti anak usia 5 tahun. Yuk simak Mampaps!
Anak usia 0-2 Tahun
Bayi baru lahir sudah mulai beradaptasi dan belajar melalui kepekaan kelima inderanya. Ia mulai dari mengenali suara Mama Papa nya, meraba tekstur-tekstur yang berbeda, dan sebagainya. Selanjutnya bayi akan menggunakan ekspresi menangis dan tersenyum untuk menunjukkan keadaan dirinya.
Memasuki usia 8 bulan, Si Kecil mulai belajar untuk bercengkrama dan berkomunikasi dengan sanak famili. Meski bahasanya belum tentu bisa dimengerti oleh Mama Papa. Di masa ini Si Kecil sudah bisa menunjukkan emosi saat ia sedang senang, marah, cemas, hingga takut.
Mulai memasuki usia 1 tahun, inilah fase genting dimana Mama harus perhatikan dengan siapa ia bermain, berinterasi, dan sebagainya. Sebab, pada masa inilah Si Kecil mulai mencontoh setiap kata yang baru ia dengar. Tidak hanya perkataan, menuju usia 2 tahun Si Kecil akan banyak meniru tingkah laku dan emosi dari sekitar.
Anak usia 2-3 Tahun
Pada usia ini, Si Kecil sudah banyak mengenal kosakata dan ekspresi emosinya. Ia juga sudah mulai lancar menyusun kata menjadi kalimat untuk mengekspresikan maksud yang ingin disampaikan secara verbal.
Anak usia 4-5 Tahun
Beranjak besar, Si Kecil mulai merasa ingin bebas dari pengawasan orang tuanya. Ia mulai bisa menyelesaikan masalah sederhana seperti memisahkan kedua temannya yang sedang berkelahi, membela dan berargumen.
Pada usia ini, ia banyak menuangkan imajinasinya di dalam permainan. Jiwa kepemimpinan mulai muncul dan dapat bekerja sama dengan teman bermainnya. Terdengar baik namun tetap memerlukan pengawasan. Sikap merasa paling “berkuasa” yang tidak dikendalikan akan menjadi bumerang nantinya
Anak usia 6 Tahun
Usia peralihan dari balita ke anak-anak ini membuat emosinya dapat berubah dengan cepat. Selain itu, Si Kecil juga sudah bisa menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan proses pendewasaan. Sebaiknya Mama mulai mencari tahu bakat yang terlihat dan mulai mengasahnya. Memiliki keterampilan akan menumbuhkan rasa percaya diri pada Si Kecil.
Baca juga: Jangan Manjakan Anak! Ini 5 Penyebab Kenakalan yang Harus Diwaspadai
Anak usia 7-8 Tahun
Usia ini seringkali membuat orang tua pusing tujuh keliling. Sebab, usia 7-8 tahun membuatnya merasa bahwa dirinya sudah besar dan cenderung sulit untuk dinasihati. Namun, biasanya hal ini tidak terjadi jika pergaulan anak dikontrol dengan baik.
Si Kecil sudah bisa menunjukkan rasa bangga dan interaksi yang lebih kuat terhadap sekitar. Rasa empati akan muncul seiring berjalannya waktu menuju pendewasaan. Ia juga sudah menemukan beberapa masalah dalam lingkup teman sekolah dan berhasil menyelesaikannya.
Anak usia 8-12 Tahun
Pada masa ini, Si Kecil akan lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Si kecil mulai dengan aktifitas sekolah. Beberapa anak mulai ingin mengikuti les keterampilan seperti bahasa, hobi, dan olahraga. Ia akan belajar bersosialisasi dengan banyak orang yang menunjang pola berpikirnya.
Ia juga sudah mengenal rasa kecewa, menegur temannya yang salah, serta merasa kesal saat temannya tidak menepati janji, dan sebagainya.
Tidak hanya mengungkapkan ekspresinya terhadap perilaku orang lain, ia juga sudah bisa memberikan ekspresi terhadap tanggapan orang lain mengenai dirinya. Ia akan malu saat ditegur karena terlambat, ia akan marah saat dituduh hal-hal yang tidak benar, dan sudah bisa menyeleksi teman di dalam otaknya.
Baca Juga: Pengaruh Sosial Media Untuk Tumbuh Kembang si Kecil!
Bagaimana cara mendidik anak sesuai dengan usianya?
Bayi (0-2 tahun)
Banyak belajar teori ekspresi bayi. Banyak panduan terjemahan ekpresi bayi yang bisa dipelajari lho Mams. Sebab, tangisan bayi berbeda-beda tergantung dari maksud yang ingin disampaikannya. Dengan mempelajari bahasa bayi, Mama akan lebih terbantu dalam memahami kemauan Si Kecil.
Baca juga: Ketahui Mengenai Teknik Sounding Untuk Mendidik Anak
Komunikasi yang lancar akan membuat Si Kecil makin mengerti makna kalimat yang disampaikan orangtuanya, termasuk nasihat-nasihatnya. Jangan lupa, selalu nasihati Si Kecil saat ia tertidur. Konon, nasihat-nasihat yang diberikan pada saat Si Kecil sedang tidur merupakan cara mendidik anak yang cukup efektif untuk diproses oleh otak bawah sadarnya.
Balita (2-5 tahun)
Si Kecil sudah lihai dalam mengacak-acak isi rumah. Jangan membentak dan memarahinya ya Mams. Sebaiknya dinasihati sambil memintanya untuk mengembalikan benda ke tempat semula sebagai bentuk tanggung jawab. Di awal mungkin Mama perlu mendampingi dan membantunya, namun selanjutnya ia akan terbiasa dengan rutinitas tersebut.
Ia juga mulai sering berebut mainan dengan teman sebaya, untuk menangani hal ini, Mama bisa sisipkan di setiap pillow talk sebelum tidur. Membahas kejadian yang baik maupun buruk serta menasihatinya dengan lembut. Cara mendidik anak juga bisa dimulai dengan menanamkan kepada anak bahwa mengakui kesalahan bukanlah hal yang buruk.
Anak (6-8 tahun)
Ia mulai terbiasa bercerita mengenai hal-hal yang dialaminya seharian di luar rumah. Jangan mengabaikannya ya, Mams. Tunda semua aktivitas Mama dan dengarkan dia untuk menunjukkan ceritanya penting bagi Mama.
Inilah saatnya Mama mengenal lingkungannya di luar rumah tanpa perlu seharian berada di sisinya. Jika suatu hari ia tidak bercerita, cobalah tanya dan menanggapinya dengan serius.
Di usia ini Mama juga bisa berbagi cerita tentang apa yang Mama alami selama tidak bersama Si Kecil, tentu saja cerita yang cocok untuk didengar oleh anak seusianya. Beri kesempatan Si Kecil untuk menanggapi. Jika perlu, mintalah solusi sebagai stimulan cara berpikir dan sikapnya dalam menghadapi suatu masalah.
Mama bisa memulai dengan meminta pendapatnya tentang coretan di dinding yang sulit dihapus, menu masakan untuk esok hari, dan hal-hal sederhana lainnya. Ini merupakan cara mendidik anak yang cukup efektif dari sisi karakter.
Masa peralihan (8-12 tahun)
Mengajaknya berdiskusi untuk membahas suatu hal merupakan salah satu cara melihat dan mengukur pola pikirnya. Sesekali, biarlah ia yang memipin diskusi dan perencanaan terkait agenda tertentu, liburan misalnya. Biar ia berbicara dan mengungkapkan keinginannya saat liburan itu tiba.
Mama sudah bisa menegurnya dengan lebih keras namun jangan pernah merendahkannya. Di masa ini jiwa kepemimpinannya muncul dan sangat sensitif dengan kalimat yang cenderung merendahkannya. Memperkuat bonding dan rasa percaya antar anggota keluarga, sehingga ia akan percaya bahwa nasihat orang tua adalah yang terbaik.
Hindari memintanya melakukan sesuatu dengan nada memerintah, apalagi bertolak pinggang. Mama akan mendapatkan perlawanan darinya bila melakukan hal ini. Ajak ia bicara dengan posisi sejajar dan anggap dia sebagai lawan bicara yang setara agar ia merasa dihargai.
Baca juga: Hati-Hati! Kenakalan Anak Di Sekolah dan Tips Menghadapinya!
Cara mendidik anak yang susah diatur
Menggunakan Pilihan Kata yang Tepat
Saat menghadapi sikapnya yang menyebalkan, Mama tetap harus sabar dan menggunakan pilihan kata yang tepat agar Si Kecil mau mendengarkan. Sebab, terkadang Si Kecil akan semakin sulit diatur jika Mama menghadapinya dengan kalimat dan ada yang tidak tepat.
Bersikap sebagai Orang Tua Bukan Teman
Sikap disiplin harus ditanamkan sedini mungkin. Sebagai orang tua, Mampaps harus tetap menanamkan arti konsekuensi atas apa yang telah dilakukan Si Kecil. Pengenalan konsekuensi berbeda dengan hukuman ya Mams.
Misalnya Mama memberi jatah uang jajan Rp. 5000 per hari. Sebisa mungkin Mama beri penjelasan bahwa Si Kecil harus pandai memilih jajanan agar uangnya cukup hingga sore hari. Mama juga perlu ingatkan bahwa ketika uangnya habis, tidak ada uang jajan tambahan.
Memberi pengertian kepada Si Kecil
Melarang tanpa memberi pengertian akan membuat Si Kecil semakin penasaran dan melakukan hal yang dilarang tersebut. Misalnya, jika Si Kecil belum pandai menggunakan sepeda roda dua, Mampaps harus memberi pengertian bahwa Si Kecil harus didampingi orang tua saat ingin berlatih sepeda. Sebutkan pula alasannya bahwa Mampaps khawatir ia terjatuh dan terluka.
Jika perlu, sampaikan rasa sedihnya jika Si Kecil sampai terluka. Dengan demikian, Si Kecil akan merasa diperhatikan dan belajar empati.
Berikan Contoh untuk Membereskan Masalah bukan Memarahi
Si kecil sering membuat ulah dengan menolak membereskan mainan atau membiarkan makanan berserakan dimana-mana? Terus memarahi dan mengomel tanpa henti tidak akan membuatnya jera. Ajak dia mengambil kain lap untuk membersihkan kotoran yang dia buat dan minta ia membersihkannya bersama.
Baca juga: 10 Cara Mengatasi Anak Tantrum di Depan Umum
Sejatinya, sifat anak menyerupai orang tuanya. Hal ini perlu disadari agar Mampaps tidak merasa benar sendiri. Ingatlah bahwa setiap anak pernah nakal di sisi-sisi tertentu. Begitu pula dengan masa kecil Mampaps. Memarahi dan membentaknya tidak akan menyelesaikan masalah, percayalah bahwa Si Kecil akan mencontoh segala sikap orang tuanya, maka contohkanlah hal-hal yang baik ya Mampaps.