Mams, sudah tahukan bahwa Presiden Joko Widodo telah mengesahkan hukuman kebiri kimia pada predator anak. Di mana, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Pada salinan PP tersebut, tercantum mengenai pertimbangan untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak. Kira-kira, bagaimana nih menurut Mams! Apakah hukuman kebiri di Indonesia akan berhasil atau dapat berjalan dengan efektif?
Sebelumnya, kita simak yuk penjelasan mengenai apa sih itu kebiri kimia dan bagaimana sistem yang akan diterapkan untuk pelaku berikut ini.
Apa itu Kebiri Kimia?
sumber gambar: rnz.co.nz
Maraknya kasus seksual pada anak membuat orang tua geram dan meminta keadilan bagi anaknya yang menjadi korban. Kebiri kimia menjadi salah satu hukuman yang telah disahkan pemerintah untuk para predator, lalu apa sih yang dimaksud dengan kebiri kimia?
Baca Juga: Kekerasan Seksual pada Anak, Korban Cenderung Jadi Pelaku?
Perlu diketahui, kebiri kimia adalah sebuah tindakan untuk menurunkan kadar testosterone atau hormon yang memengaruhi libido atau nafsu seks pria menggunakan obat. Nah, obat ini akan diberikan melalui proses penyuntikan atau tindakan lain. Biasanya, prosedur ini digunakan untuk mengobati penyakit kanker prostat stadium lanjut.
Kebiri Kimia di Indonesia
Meski Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak telah ditandatangani Presiden pada 7 Desember 2020 ternyata masih banyak pertanyaan beberapa kalangan jika hukuman ini dilakukan di Indonesia.
Dikutip dari focus.tempo.co, di sini dituliskan bahwa Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu menilai aturan kebiri ini bersifat populis lantaran cenderung berfokus pada menghukum pelaku. Namun di sisi lain, kata Erasmus, pemerintah belum memprioritaskan perlindungan serta pemulihan korban kekerasan seksual.
Bahkan di menurut, ICJR juga menilai PP Nomor 70 Tahun 2020 ini memuat banyak permasalahan karena tak detail. Penyusun PP dinilai kebingungan sehingga menghindari mekanisme yang lebih teknis serta menyerahkannya pada peraturan di bawah PP, alias mengamanatkan pembentukan peraturan menteri terkait.
Baca Juga: Marak Kasus Pelecehan Seksual, Ini Pentingnya Seks Edukasi pada Anak!
Sistem Kebiri Kimia di Indonesia
Mams juga harus tahu nih, bahwa aturan hukum kebiri ini sebenarnya telah ada sejak 2016 lalu saat Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016. Perpu yang kemudian disahkan menjadi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 itu memasukkan ketentuan tentang kebiri kimia ke dalam Undang-undang Perlindungan Anak. Namun, hal ini menuai kontroversi! Di mana Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menolak mengeksekusi hukuman kebiri kimia lantaran hal tersebut bertentangan dengan kode etik dan disiplin profesi kedokteran yang berlaku universal.
Di kutip dari antaranews.com mengatakan bahwa pemerhati anak dan Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi menyebutkan Tindakan kebiri kimia hanya sebagai hukuman tambahan bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak harus dipandang sebagai bagian dari rehabilitasi.
Nah, pemberian hukuman kebiri ini dikenakan pagi pelaku yang melakukan kekerasan seksual pada lebih dari satu orang korban yang mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atu hilangnya fungsi reproduksi, dan menyebabkan korban meninggal dunia.
Ditekankan di sini, pelaku tidak hanya mendapatkan hukuman kebiri kimia tetapi juga disertai dengan hukuman lain seperti rehabilitasi untuk menekan hasrat seksual berlebihan agar perilaku penyimpangan dapat dihilangkan.
Efek Kebiri Kimia
Tentu saja akan ada efek bagi pria yang mendapatkan hukuman kebiri kimia, di antaranya:
- Kurangnya rasa untuk melakukan berhubungan seks
- Ukuran testis akan menjadi kecil
- Akan sulit mengalami ereksi
- Air mani jadi berkurang
- Rambut menjadi rontok
- Masa otot akan berkurang dan berisiko mengalami osteoporosis
- Berisiko mengalami kenaikan berat badan secara drastis
- Mudah lupa
Namun, menurut pakar efek dari kebiri dapat mereda apabila suntikan obat dihentikan. Nah, tentu saja pemberian obat antiandrogen ini harus beberapa kali dan rutin. Bisa saja nih Mams, jika pemberian obat ini dihentikan maka gairah seks para predator dapat muncul kembali.
Efektifkah Kebiri Kimia di Indonesia?
Tak bisa dipungkiri lagi, kasus predator di negeri ini sangatlah banyak! Terlebih saat ini para predator bisa menyelinap dalam di dunia maya. Sungguh sangat khawatirnya para orang tua jika mereka lengah dalam mendidik sang anak.
Perlu diketahui, menurut data yang dikutip dari Tempo mengatakan bahwa data Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan yang rilis awal 2020, sepanjang 2019 terjadi 2.341 kasus kekerasan seksual terhadap anak perempuan atau meningkat 65 persen dibanding tahun sebelumnya. Lalu efektif nggak sih hukum kebiri di Indonesia?
Baca Juga: Kekerasan pada Anak Saat Pandemi Meningkat, Ketahui Penyebabnya!
Jika dilihat dari efek kebiri kimia bagi perilaku predator tentu saja hukuman ini tidaklah sangat efektif, karena bisa mereda dan pra predator bisa kembali menjalankan aksinya saat sudah bebas dari hukuman. Meski masih ada pro dan kontra hingga sekarang, namun PP ini telah di sahkan oleh presiden.
Lalu, bagaimana nih menurut Mams tentang hukuman kebiri di Indonesia? Efektif nggak ya kira-kira? Namun, apapun itu kita sebagai orangtua memang harus waspada dan tidak boleh lengah untuk menjaga anak-anak kita dari orang-orang yang tak bertanggung jawab. Jangan sampai anak-anak kita menjadi korban mereka.