Film menjadi salah satu hiburan bahkan salah satu bahan edukasi yang dapat dipertontonkan kepada anak-anak. Namun, jika Mampaps tidak mengawasi film yang ditonton Si Kecil, akibatnya bisa fatal lho. Seperti halnya remaja berusia 15 tahun yang melaporkan diri karena sudah membunuh anak usia 5 tahun (berinisial AP) di jakarta pusat. Setelah ditelusuri lebih lanjut oleh pihak kepolisian, NF mengaku perilaku tidak terpujinya tersebut terinspirasi dari film thriller. Wah, rasanya penting ya Moms memilih film untuk anak jika berdampak pada kondisi psikologinya.
NF memasukkan AP ke dalam bak mandi penuh dengan air. dan berulang kali mencekik leher AP yang berada di dalam bak tersebut. Setelah pelaku melilhat AP mulai lemas, pelaku langsung memasukkan kain untuk menyumpal mulut AP. Hal tersebut dilakukannya karena mulut AP terus mengeluarkan darah. Selain itu, NF juga menenggelamkan korban selama 5 menit dan menyimpan korban di lemari untuk menghilangkan jejak.
Baca Juga: Waspada! Toxic Parent Bisa Berdampak Buruk pada Anak
NF yang bingung bagaimana cara membuang jasad korban akhirnya menyerahkan diri ke polres. Yang menyeramkan, NF sama sekali tidak merasa menyesal setelah membunuh korban, justru ia merasa puas dengan apa yang telah dilakukannya tersebut. Adanya hal ini harapannya membuat orang tua lebih aware terhadap segala tontonan yang disaksikan anak, baik itu di ponsel, televisi, maupun layar lebar.
Apa Sih Film Thriller?
Thriller merupakan genre film yang biasanya tidak disarankan untuk ditonton usia dibawah 17 tahun. Mirip-mirip dengan film horor, thriller biasanya disisipkan kesan misterius hingga konspirasi yang membuat penontonnya berpikir keras terkait pesan moral dari thriller film tersebut. Apapun yang ditonton Si Kecil pasti akan berpengaruh terhadap pola pikir. Genre film thriller ini tidak seharusnya menjadi pilihan film untuk anak ya Mampaps.
Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Memilih Film Untuk Anak
Sifat anak yang mudah menangkap sesuatu membuat Mampaps harus hati-hati dalam menyajikan film kepadanya. Jika menonton film yang tidak sesuai dengan usianya, khawatir akan mempengaruhi pola pikir dan perilaku Si Kecil sehari-hari.
Memerhatikan Rating Film Yang Akan Ditonton
Rating film merupakan guide terkait usia yang diperkenankan untuk menonton film tersebut. Biasanya Mams bisa memperhatikannya di poster atau sampul film. Rating film biasanya ditulis dengan menggunakan kode huruf atau pun angka.
Baca Juga: Wajib Tahu Tips Mengajak Anak Nonton Film Bioskop
Klasifikasi Rating film di Amerika:
- Rating G (General): untuk semua usia
- PG (Parental Guidance Suggested): saat menonton, anak perlu bimbingan orang tua
- PG-13: Beberapa naskah atau adegan mungkin tidak diperkenankan untuk anak di bawah 13 tahun.
- R (Restricted): Terbatas, artinya butuh pengawasan orang tua karena di dalamnya terdapat aktivitas, Bahasa orang dewasa hingga kekerasan.
- NC-17: 17 tahun dan di bawah 17 tahun tidak diperbolehkan
Klasifikasi rating film di Indonesia (berdasarkan PP No. 18 th 2014)
- SU: Semua Umur
- 13+ : film dapat dinikmati anak usia 13 tahun atau lebih
- 17+ : film ini hanya dapat ditonton remaja usia 17 tahun ke atas. Biasanya, filmnya dapat berisi unsur kekerasan seksualitas yang bau dengan sisi edukasi.
Mencari Tahu Lebih Dalam Terkait Film Tersebut
Sebelum membiarkan anak menonton film, pastikan Mampaps sudah terlebih dahulu membaca sinopsisnya. Membaca sinopsis akan membuat Mampaps mengenal lebih jauh mengenai film tersebut. Selain itu, sebaiknya Mampaps juga mencari tahu tanggapan orang lain mengenai film yang akan ditonton Si Kecil.
Memilih Film Untuk Anak Yang Berisi Unsur Edukasi
Rasa penasaran dan mudahnya anak-anak dalam menangkap sesuatu yang dilihatnya sebaiknya dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Mampaps. Manfaatkan kondisi ini untuk terus menyisipkan unsur edukasi sederhana sehingga tontonan tidak hanya sebagai media hiburan, melainkan bahan pembelajaran.
Baca juga: 9 Film Keluarga Terbaik untuk di Tonton Bersama Anak
Tanda Anak Memiliki Kelainan Psikis
Terlihat Mengalami Perubahan Suasana Hati yang Signifikan
Anak yang mengalami kelainan psikis biasanya terlihat seperti sedang merasa sangat sedih, tidak termotivasi, hingga menarik diri dari lingkungan bahkan keluarga. Meskipun demikian, tidak serta merta anak-anak yang sedang terlihat galau berarti memiliki kelainan psikis. Menurut Dr. Laura Stith, sebaiknya orang tua memperhatikan Si Kecil selama dua minggu untuk mengawasi perubahan emosi dan perilakunya.
Mampaps dapat mulai curiga pula ketika Si Kecil mulai kehilangan minat untuk betemu seseorang, benda, hingga aktivitas yang biasanya dilakkan Si Kecil. Termasuk ketika mulai sering menolak pergi ke sekolah tanpa ada alasan.
Perubahan Perilaku atau Kepribadian
Ketika Si Kecil yang biasanya mendapatkan nilai baik dan suatu hari ia mendapatkan nilai buruk berturut-turut hingga melakukan hal berbahaya seperti sering berkelahi dan memiliki keinginan untuk menyakiti orang lain. Sering melamun, murung dan sering menyendiri hingga ingin menyakiti diri sendiri juga dapat dicurigai bahwa anak mengalami kelainan psikis.
Mengalami Gejala Fisik
Jika Si Kecil mengeluh bahwa ada beberapa bagian tubuh yang sakit seperti kepala, perut, naik dan turunnya berat badan secara tiba-tiba hingga menurunnya nafsu makan, segeralah periksakan ke dokter. Jika diiringi dengan tanda-tanda yang telah disebutkan sebelumnya, Mampaps bisa mendatangi psikiater.